Jumat, 19 Juni 2015

SEJARAH REVOLUSI IRAN

A.   Latar Belakang


            Revolusi Islam dikenal juga dengan sebutan Revolusi Iran. Revolusi Islam merupakan revolusi yang mengubah bentuk Negara Iran dari Kerajaan yang dipimpin oleh Shah Mohammad Reza Pahlavi, menjadi Republik Iran yang dipimpin oleh Ayatullah Ruhullah Khomeini. Revolusi Islam ini sering disebut pula revolusi terbesar ketiga dalam sejarah, setelah Perancis dan Revolusi Bolshevik.
            Terjadinya Revolusi Islam Iran telah mendorong munculnya gerakan rakyat di berbagai belahan dunia untuk melawan kekuatan-kekuatan arogansi dan para pemimpin diktator. Gerakan tersebut secara perlahan melahirkan Kebangkitan Islam dan perubahan besar di dunia Islam khususnya di antara rakyat yang tertindas.
            Dengan demikian, gerakan Revolusi Islam yang telah menyadarkan masyarakat Islam dari sikap pasif mereka merupakan gerakan yang memiliki rangkaian sejarah panjang dan semangat bangsa itu dalam menuntut keadilan. Revolusi Islam Iran telah mendorong bangsa-bangsa tertindas untuk melakukan revolusi dan menumbangkan rezim-rezim otoriter serta mengubah persamaan regional. Dengan kata lain, semangat untuk menuntut keadilan dan sikap anti-arogansi yang dislogankan oleh Revolusi Islam Iran telah menjadi inspirasi bagi Kebangkitan Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara. Maka, Revolusi Islam begitu penting untuk dibahas, karena kehadirannya telah menumbuhkan suatu perubahan besar dalam diri bangsa-bangsa Timur Tengah.





B.    Iran di bawah Dinasti Pahlevi

            Pada 1920, Sayid Zia ad Din Taba Tabai (seorang politisi, penulis radikal dan tokoh pembaharuan) serta Reza Khan (pemimpin pasukan Kozak Iran) melakukan kudeta dan penggulingan terhadap Dinasti Qajar. Pada 13 Desember 1925, Reza Khan mentasbihkan diri sebagai shah dan mendirikan dinasti Pahlevi. Ambisi utama Reza Khan yaitu ingin menandingi Mustafa Kemal dari Turki. Reza ingin membebaskan Iran dari pengaruh asing, tetapi juga ingin memperkuat Iran dengan  teknologi dan pembaruan Barat.
Perhatian Shah Reza juga sangat besar terhadap tentara. Menurut pemikiran Shah Reza, hanya tentara yang berdisplin, dibayar dan terorganisasi yang akan berhasil memulihkan keamanan dan ketertiban negara.
            Selama 20 tahun masa kekuasaannya, Reza Khan berhasil menindas berbagai pemberontakan, diantaranya pemberontakan Suku Kurdi, Baluchis, Qashqis serta mengakhiri pemerintahan semi otonomi Syeh Kazal yang diproteksi Inggris di Khuzistan. Pada saat Perang Dunia II Iran berusaha bersikap netral, tetapi pada titik tertentu Reza Khan tidak berdaya di bawah tekanan Jerman. Lebih dari separuh perdagangan luar negeri Iran dilakukan dengan Jerman yang menyediakan mayoritas permesinan untuk program Industrialisasi. Iran bahkan menolak kerja sama dengan sekutu sehingga Inggris dan Rusia memutuskan untuk melakukan invasi ke Iran pada 1941. Inggris memaksa Reza Khan untuk mengundurkan diri dan menempatkan putranya, Muhammad Reza Pahlevi sebagai Shah Iran. Shah Iran di nobatkan menjadi raja pada 17 Desember 1941, dengan gelar “His Imperal Majesty, Mohammad Reza Pahlevi, Shah of Shahs, Light of the Aryan” ( yang dipertuankan Kemaharajaan Sri Baginda Muhammad Reza Shah Pahlevi Raja Diraja Cahaya Orang Aria).
            Muhammad Reza Pahlevi sadar sepenuhnya akan bahaya intern dan ekstern yang mengancam Negara sehingga sangat ingin memperbaiki keadaan social dan ekonomi. Tugas Muhammad Reza Pahlevi ternyata tidak mudah. Sistem ekonomi memerlukan pembaruan yang radikal. penarikan kembali pasukan asing menyebabkan pengangguran dan deflasi. Bidang usaha sangat menderita dan Iran mengalami kebangkrutan yang membahayakan pada 1949. Pada 1951, kondisi keuangan sangat parah sehingga pembayaran gaji untuk para pejabat pemerintah harus ditunda sampai 2 bulan. Pada 1959, Iran mengubah arah kebijakan luar negerinya yang condong pro-Barat. Pada 4 maret 1959, perjanjian Amerika Serikat dan Iran ditandatangani sehingga Amerika Serikat bertanggung jawab atas keamanan Iran dalam menghadapi agresi luar.
            Pada umunnya peralatan militer Iran berasal dari Negara-negara Barat, khususnya Amerika. Suplai peralatan militer dari luar negeri menyebabkan juga banyak penasehat-penasehat militer terutama dari Amerika yang bekerja di Iran. Kredit atau hibah serta program pendidikan oleh Amerika mempunyai maksud untuk mendominasi bidang politik dan ekonomi Iran, terutama minyak.
            Pada 1960-1961, terjadi krisis politik dan ekonomi yang cukup parah. Kekacauan politik dan ekonomi menimbulkan sebuah pemogokan umum yang secara brutal ditindas dengan mengandalkan agen polisi Savak. Polisi rahasia Savak merupakan organisasi sipil, tetapi para pemimpinnya terkenal sangat militan dan kejam. Shah Reza sangat bergantung pada militer dalam menjalankan pemerintahannya. Peranan dan gaya kepemimpinan militer semakin meningkat dalam kehidupan social. Hal ini juga terlihat dengan semakin meningkatnya anggaran belanja militer. Tujuan pembangunan di bidang militer adalah untuk menindas dan mengancurkan segala bentuk oposisi dalam negeri. Rezim Shah Reza Pahlevi semakin lama mengarah pada pemerintahan yang represif dan dictatorial.
            Syah Reza tidak memberikan kebebasan politik terhadap rakyat dan bersikap represif terhadap setiap gerakan oposisi yang dikhawatirkan akan mengancam kekuasaannya. Selain itu juga, pembangunan nasional terlalu mengutamakan pembangunan di bidang industri dan militer demi memuaskan ambisi Syah Reza Pahlevi untuk menjadikan Iran sebagai kekuatan utama di Timur Tengah. Alokasi dana untuk militer sangat besar sehingga melebihi anggaran yang semestinya untuk pembangunan ekonomi dan social. Anggaran yang minim untuk pembangunan ekonomi juga diperparah lagi dengan terbengkalainya berbagai program pembangunan.
            Program pembangunan ekonomi yang menghabiskan banyak dana  tidak bisa memberikan hasil yang diharapkan rakyat karena tidak direncanakan dengan baik. Di satu sisi, inflasi terus mengalami kenaikan karna meningkatnya pendapatan minyak dan pengeluaran pembangunan sehingga daya beli masyarakat menurun. Program pembangunan yang tidak berpihak pada rakyat sehingga meningkatnya angka kemiskinan sangat kontras dengan kehidupan para pejabat yang mewah tetapi diperoleh dari hasil korupsi. Akibatnya terjadilah kesenjangan social yang sangat lebar antara kemiskinan yang diderita sebagian besar rakyat dengan gaya hidup mewah segelintir pejabat karena kepincangan pendapatan nasional yang mencolok.
            Pendapatan nasional dari sector minyak sebenarnya naik cukup signifikan. Pada 1973-1974, harga minyak Iran menjadi 4 kali lipat sehingga pendapatan Negara dari sector minyak meningkat dari 5 miliar dolar menjadi 20 miliar dolar AS setahun. Pendapatan yang melimpah dari sector minyak ternyata tidak digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

C.    Revolusi Menumbangkan Syah Reza Pahlevi
            Atas seruan Ayatullah Khomeini, rakyat turun ke jalan dalam jumlah yang semakin besar untuk menyerukan tuntutan-tuntutan rakyat, terutama menuntut Syah Reza Pahlevi mundur dari jabatannya. Aksi demonstrasi yang dilakukan dalam jumlah massa rakyat yang cukup besar belangsung terus menerus menyebabkan moral pasukan atau militer yang bertugas untuk menghalangi atau membubarkan aksi tersebut menjadi gentar. Bahkan kemudian banyak di antara pasukan yang membelot kepada rezim Syah Reza Pahlevi dan berbalik mendukung aksi demontrasi rakyat. Sebagian besar prajurit melepas seragam militer dan bergabung dengan pejuang-pejuang oposisi. Selanjutnya pemerintah Shahpour Bahtiar jatuh dan ribuan orang bersenjata bergerak dengan bebas menduduki tempat-tempat strategis seperti gedung radio dan TV, Parlemen, gudang-gudang senjata dan gedung-gedung pemerintah.
            Ada beberapa faktor yang mendorong keberhasilan rakyat Iran menggulingkan rezim Syah Reza Pahlevi. Pertama, bersatunya berbagai elemen masyarakat sehingga terjadi gerakan missal. Berbagai elemen masyarakat yang sebelumnya terpecah, terutama karena perbedaan ideologi bisa bersatu karena adanya satu tujuan yaitu menumbangkan rezim Syah Reza Pahlevi. Berbagai elemen masyarakat tersebut terdiri dari golongan ulama, yaitu para mullah, mahasiswa, cendikiawan, professional, usahawan / bisnis dan golongan marxis.
            Kedua, ketidakpuasan yang melanda hampir seluruh lapisan masyarakat terhadap kebijakan dalam pemerintahan Syah Reza Pahlevi yang tidak berpihak pada rakyat. Hasil pembangunannya terutama di bidang ekonomi hanya dinikmati oleh sebagian kecil kalangan pejabat sehingga terjadi kesenjangan social yang cukup parah. Ketidakpuasan rakyat yang meluas akhirnya tidak bisa dibendung lagi dengan kekuatan militer atau cara represif dan dan akhirnya menjadi bom waktu yang suatu saat akan meledakkan rezim yang berkuasa.
            Ketiga, faktor keberhasilan dalam menumbangkan rezim Syah Reza adalah faktor kepemimpinan. Pada saat itu, kemunculan sosok Ayatullah Khomeini dipandang sebagai figure yang tepat untuk memimpin revolusi.
Pemogokan yang dilakukan oleh para pegawai negeri dan buruh berhasil melumpuhkan perekonomian sehingga pemerintah terancam bangkrut. Pemogokan ternyata juga merupakan senjata yang ampuh untuk mendesak Syah Reza mundur dari tampuk kekuasaan. Apalagi pemogokan para buruh minyak berhasil membalikkan kondisi Negara Iran yang semula sebagai eksportir menjadi importer minyak. Akibatnya pendapatan minyak menurun dratis sehingga proyek pembangunan yang sumber dananya sebagaian besar berasal dari minyak menjadi terbengkalai.
            Jika seluruh elemen masyarakat bisa bersatu, tidak begitu dengan kalangan militer. Kekuatan militer yang selama ini menjadi tameng kekuasaan Syah Reza tidak berdaya dan kewalahan menghadapi massa rakyat yang marah. Selain itu dalam tubuh Angkatan bersenjata, terutama angkatan Darat dan angkatan Udara sudah disusupi pihak oposisi dengan berbagai organisasi gerilya. Bahkan banyak kalangan militer akhirnya melepas seragam dan bergabung dengan massa rakyat.
            Mayoritas pemimpin militer yang menduduki jabatan penting tidak dipersyaratkan mempunyai kemapuan militer yang tinggi kepada Syah Reza Pahlevi. Oleh karena itu tentara mengikuti pemimpinnya dalam menghadapi krisis. Kekuatan-kekuatan militer tidak bisa mengakhiri konfronsi terus menerus dengan rakyat melalui tindakan militer. Hal itu disebabkan karena tidak adanya kemapuan militer yang baik dan kelemahan Syah dalam mengambil keputusan. Selain itu, tentara merupakan muslim yang masih dipengaruhi oleh prinsip-prinsip Islam. Kesetian terhadap Syah memang mutlak, tetapi kesetian terhadap Syah memang mutlak, tetapi kesetiaan terhadap agama juga harus diperhitungkan.
            Revolusi yang bercorak agama telah mempunyai pengaruh yang besar terhadap rakyat. Oleh karena itu sangat wajar jika para tentara dan perwira rendah yang merupakan mayoritas terbesar dalam kemiliteran sangat terpengaruh oleh revolusi rakyat meskipun pada awalnya terjadi konfrontasi antara keduanya. Konfrontasi yang berakhir dengan kehancuran tentara Iran dalam menghadapi rakyat berlangsung selama 6 bulan secara terus menerus. Hampir setiap hari terjadi bentrokan yang sporadis antara tentara dan rakyat sehingga akhirnya melemahkan spirit tentara dan tidak mentaati pemimpin mereka. Semangat tentara semakin rapuh setelah Syah Iran sebagai panglima tertinggi Angkatan Bersenjata keluar menunggalkan Iran. Padahal jumlah tentara Iran mencapai 400.000 orang yang dilengkapi dengan persenjataan dan peralatan militer udara dan darat seharga $ 30.000.000.000  miliar dollar ditambah dengan biaya untuk membayar tenaga-tenaga ahli dan penasehat asing sebesar 4 miliar dollar.
            Kendala utama yang dihadapi yaitu setelah berhasil menggulingkan kekuasaan Syah Reza Pahlevi justru persatuan atau koalisi pecah karena munculnya berbagai perbedaan pendapat tentang masa depan Iran dan justru terjadi perebutan kekuasaan baru.

D.    Kondisi Iran Pasca Revolusi
            Setelah rezim Shah Reza Pahlevi runtuh, ternyata impian rakyat Iran untuk menikmati kehidupan yang lebih baik masih jauh dari harapan. Bahkan persatuan berbagai elemen masyarakat yang kuat untuk menggulingkan kekuasaan Syah Reza mengalami perpecahan yang serius. Perpecahan tersebut timbul karena adanya perbedaan pendapat tentang masa depan Iran dan yang lebih parah lagi terjadi perebutan kekuasaan.
            Perebutan kekuasaan yang dimaksud adalah perebutan kekuasaan antara Khomeini dan pengikut-pengikutnya serta golongan kiri dan moderat. Selain itu berbagai minoritas seperti suku kurdi menggunakan kesempatan untuk menuntut hak, terutama otonomi wilayah. Setelah Syah Reza Pahlevi berhasil ditumbangkan, kekuasaan tertinggi terletak pada Dewan Revolusi Islam yang dibentuk Khomeini dan sekaligus bertindak sebagai ketuanya. Khomeini kemudian menunjuk Dr. Mehdi Bazargan sebagai perdana menteri dan mengesahkan cabinet serta program kerjanya. Akan tetapi tidak semua elemen masyarakat yang berbeda ideologi setuju dengan sistem teokrasi yang dijalankan Khomeini.
            Berbagai elemen masyarakat merasa berjasa dan berhak ikut serta menentukan masa depan Iran, tidak hanya kaum mullah saja. Banyak kelompok bersenjata seperti kelompok gerilyawan fedayen yang menentang kekuasaan dewan Revolusi. Para buruh dengan tegas menolak didirikan Republik Islam Iran dan sebaliknya memperjuangkan suatu Negara demokrasi rakyat menurut pola Negara sosialis. Kaum nasionalis moderat juga memperjuangkan suatu Negara demokrasi social para kaum nasionalis moderat memperjuangkan Hak asasi manusia dan kebebasan demokrasi seperti kebebasan menyatakan pendapat serta berserikat dan berkumpul. Kaum nasionalis moderat di antaranya Dr. Karim Sanjabi (Front Nasional), PM. Bazargan (Gerakan Pembebasan Iran), Kaum cendikiawan serta golongan profesi yang mengenyam pendidikan Barat. Selain itu juga golongan wanita militan yang memperjuangkan persamaan hak antara pria dan wanita.
            Pada minggu pertama setelah Rezim Syah Reza Pahlevi tumbang, Mahkamah Revolusi telah mengadili 5 orang sisa-sisa Orde Lama termasuk ketua Savak, Jenderal Nashiri yang dihukum mati setelah dieksekusi dari loteng madrasah Khomeini di Teheran. Bazar Khan mengumumkan bahwa tidak tahu menahu tentang peristiwa tersebut. Bazar Khan menyampaikan ketidak setujuaannya kecuali jika dilakukan secara adil dan sesuai dengan cara-cara yang berlaku di pengadilan-pengadilan di dunia.
            Pengawal Revolusi dan komite-komite Revolusi merupakan Negara di dalam Negara yang tidak kurang kekuasaan dan wewenangnya daripada Mahkamah Revolusi. Kedua lembaga tersebut mempunyai kekuasaan untuk mengirim orang-orang yang dicurigai ke rumah presiden kapan saja untuk nenangkapnya dan ditarik ke mana saja sesukanya. Dengan demikian berarti di dalam Negara Iran terdapat tiga kekuatan eksekutif. Kekuatan eksekutif yang paling lemah adalah pemerintah yang bergantung kepada tentara dan kepolisian. Tentara sudah dihancurkan sama sekali, sedangkan kepolisian telah berada di bawah kekuasaan komite-komite Revolusi.

E.     Pengaruh Revolusi Iran
            Revolusi Iran ternyata menimbulkan pengaruh yang cukup besar di Negara-negara kawasan Timur Tengah. Pengaruh tersebut tampak jelas dengan munculnya berbagai gerakan islam fundamentalis. Pengaruh tersebut sangat terasa di Negara-negara yang memiliki Penganut Syiah yang cukup besar seperti Irak, Lebanon, Bahrain, dan Kuwait.
            Di Irak, Revolusi Iran sangat mencemaskan rezim Saddam Hussein. Pemerintah Irak melakukan pengawasan yang sangat ketat terhadap umat Syiah di Irak. Bahkan pada 1980, Imam Ayatullah Baqir Al-Shadr sebagai pemimpin umat Syiah Irak dihukum mati bersama keluarga dan beberapa orang pengikutnya.
            Revolusi Iran juga mempunyai pengaruh yang cukup kuat di Negara-negara Arab kawasan Teluk Parsi (Kuwait, Bahrain, Arab Saudi dan orang-orang Palestina di tepi Barat dan jalur Gasa yang di duduki Israel).


Kesimpulan
                Meskipun telah melakukan berbagai modernisasi ekonomi, Shah Pahlevi tidak pernah sekalipun membuka kebebasan politik di Iran. Ia hanya fokus memperkuat 3 pilar penyangga kekuasaannya, yaitu angkatan militer, jaringan kroni dan birokrasi. 
                Setelah rezim Shah Reza Pahlevi runtuh, ternyata impian rakyat Iran untuk menikmati kehidupan yang lebih baik masih jauh dari harapan. Bahkan persatuan berbagai elemen masyarakat yang kuat untuk menggulingkan kekuasaan Syah Reza mengalami perpecahan yang serius. Perpecahan tersebut timbul karena adanya perbedaan pendapat tentang masa depan Iran dan yang lebih parah lagi terjadi perebutan kekuasaan.
            Revolusi Iran ternyata menimbulkan pengaruh yang cukup besar di Negara-negara kawasan Timur Tengah. Pengaruh tersebut tampak jelas dengan munculnya berbagai gerakan islam fundamentalis. Pengaruh tersebut sangat terasa di Negara-negara yang memiliki Penganut Syiah yang cukup besar seperti Irak, Lebanon, Bahrain, dan Kuwait.

DAFTAR PUSTAKA

George Lenczowski. 1993. Timur Tengah di Kancah Dunia. Sinar Baru Algesindo. Bandung: Sinar Baru Algensido.
Isawati. 2013. Sejarah Timur Tengah Jilid 2: Dari Revolusi Libya Sampai Revolusi Melati. Yogyakarta: Ombak.

Sumber Internet
                              http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Islam_Iran. diunduh 21 Maret 2015
                              http://indonesian.irib.ir/islam/Revolusi_Islam_Iran_dan_Kebangkitan_Islam.          diunduh 21 Maret 2015